29 Mei 2008

Menulusuri Jalannya Pemberdayaan

Pemberdayaan, AMO

Awal 2008 diawali dengan berbagai kisah pedih tentang sulitnya minyak tanah, naiknya harga kedelai dan terakhir tepung terigu sulit ditemukan di pasaran.

Sebuah demo dan mogok produksi pengusaha tempe sejabotabek berhasil menggeser kebijakan pemerintah untuk tidak membebankan pajak import kedelai. Harapannya, harga kedelai dengan serta merta dapat turun dan pengusaha tempe dapat berproduksi sehingga seluruh rakyat indonesia dapat menikmati tempe dan tahu lagi.

Namun apa daya? Kebijakan pengurangan pajak akhirnya hanya menguntungkan pengusaha yang berada di ujung distribusi kedelai dan bukan kepada pengusaha tempe ataupun petani kedelai. Bahkan naiknya harga kedelai juga tak membuat petani kedelai semakin makmur tetapi malah semakin kalah bersaing dengan kedelai import.

Deraan permasalahan sosial ekonomi tersebut tak ayal membuat pertanyaan mendasar kembali muncul. Bagaimana nasib kelompok miskin yang selama ini terpinggirkan? Di pihak lain, beberapa bencana alam baik kecil maupun besar yang sempat terjadi di beberapa daerah di Indonesia membuat permasalahan kemiskinan semakin merajalela.

Salah satu sorotan lain dalam kegiatan pemberdayaan adalah mulai mundurnya lembaga donor internasional pada akhir 2008 di daerah pasca Tsunami di Aceh. Hal ini sebagai bagian dari kesepakatan yang dibuat oleh pemerintah indonesia dengan beberapa lembaga donor tentang kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi di aceh yang hanya berlangsung sampai dengan tiga tahun setelah gempa bumi.

Di pihak lain, pemerintah sejak tahun 2007 mulai menyiapkan sebuah strategi pemberdayaan masyarakat yang dibingkai dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dikoordinasikan oleh Mentri Koordinator Kesejahteraan Rakyat yang melibatkan beberapa departemen terkait.

Walaupun pendekatan dan implementasi program tak berbeda jauh dengan P2KP (program penanggulangan kemiskinan di Perkotaan) ataupun PPK (program pengembangan kecamatan) agaknya program ini perlu dihargaisebagai sebuah inisiatif pemerintah terhadap pemberdayaan masyarakat.

Aktor lain dalam pemberdayaan

CSR atau Corporate Social Responsibility yang diwajibkan bagi perusahaan yang melakukan eksplorasi ataupun perusahaan asing yang berada di Indonesia merupakan sebuah peluang baru dalam program pemberdayaan.

Hal ini akan mendobrak mitos yang berkembang selama ini, dukungan usaha pemberdayaan hanya datang dari dua aktor yaitu pemerintah dan lembaga donor asing. Jika tidak dana program pemberdayaan hadir dari kegiatan swadaya masyarakat.

Setidaknya, kewajiban CSR dapat mendorong perusahaan untuk turut serta dalam usaha pemberdayaan masyarakat. CSR berkembang hanya sebagai salah strategi untuk membuat meredam masyarakat agar mendukung berbagai kegiatan perusahaan.

Alhasil, CSR seringkali dimaknai sebagai donasi perusahaan untuk turut serta dalam kegiatan masyarakat seperti lomba 17-an, kegiatan pesta desa, pembangunan jalan dan beberapa program lainnya.

Kehadiran perusahaan di suatu desa berarti peluang untuk melakukan berbagai pembangunan sarana fisik yang seringkali terabaikan oleh pemerintah. Kegiatan pembangunan sarana fisik dandonasi perusahaan sebenarnya tidak bisa disalahkan hanya saja pendekatan CSR seharusnya bisa lebih efektif.

“CSR bisa diarahkan untuk lebih memiliki prespektif untuk perlindungan HAM” ungkap Wahyu Indriyo, Direktur Pusat Kajian Bina Swadaya. secara lebih spesifik, CSR dapat berperan untuk membantu masyarakat mencapai harkat dan martabatnya seperti mendapatkan hidup yang layak, pendidikan yang layak, air bersih dan beberapa hal lainnya.

Namun, pendekatan tersebut tidak hanya berhenti pada sarana fisik semata, tetapi juga harus melakukan pendekatan yang lebih mendasar seperti pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dalam sisi sosial Ekonomi.

Bina Swadaya melalui sebuah program Capacity Building for Nearby Community Enhancement atau lebih sering disebut CABINET melakukan usaha pemberdayaan masyarakat di daerah yang akan dieksploitasi oleh perusahaan tambang di kalimantan.

Program terdiri dari kegiatan penguatan kelompok swadaya masyarakat, peningkatan kapasitas masyarakat dalam bercocok tanam dan pengolahan kayu, serta penguatan elemen LSM dan pemerintah dalam mendorong program pemberdayaan masyarakat.

Program yang sedianya dilakukan oleh Pusdiklat Bina Swadaya bersama salah satu perusahaan tambang ini bisa menjadi model yang direplikasi dalam model-model CSR perusahaan lainya. (Bina Swadaya/Kontributor/AMO)

Sumber: www.abdimedia.com

Tidak ada komentar: