30 Mei 2008

Apakah Kemiskinan Teratasi ?

Pemberdayaan, AMO

Tidak ada data yang tersedia untuk membuktikan hal ini. Beberapa cerita positif biasanya diperoleh dari mereka yang tidak membayar kembali pinjamannya.

Para pemilik kios sering mengeluh bahwa karena terlalu banyak usaha perkiosan tidak ada pembeli yang tertarik, persaingan juga sangat ketat. Disamping itu para pemilik kios kesulitan untuk memasok barang-barang karena harga barang-barang kebutuhan pokok di Dilli sering tidak menentu.

Lagipula tidak ada jaminan yang pasti bahwa mereka yang membayar kembali pinjamanya dianggap berhasil. Kadang mereka melakukan bisnis sampingan atau menjual asset-aset yang ada untuk mengembalikan pinjaman mereka.

Misalnya kasus di Batugade, ada kelompok petani yang memutuskan untuk membeli sebuah traktor dengan pinjaman sekitar $2000 yang mereka peroleh dari CEP.

Syaratnya kelompok tani ini harus melunasi bunga sebesar $126 per bulanya. Tetapi pembayaran tidak pernah dilakukan walaupun hasil panen telah dijual semuanya.

Karena hasil panen kelompok tani itu tidak jauh berbeda dengan kelompok tani lainnya serta tidak banyak pembeli yang tertarik. Karena kelalaian itu pihak CEP menangguhkan bantuan kepada Suco itu selama satu tahun.

Tetapi pihak CEP tidak pernah menyadari bahwa sistem kredit seperti ini secara ekonomi tidak masuk akal apalagi hanya untuk membeli sebuah traktor.

Usaha mikro yang jarang mempekerjakan rakyat tetapi justru menciptakan ketergantungan rakyat terhadap bantuan dari CEP sebagai lembaga dana. Bantuan untuk kios-kiosan yang bertujuan untuk merangsang perekonomian lokal tidak bisa diharapkan karena sebagian besar barang yang dijual adalah barang impor dan mempunyai nilai keuntungan yang sangat rendah.

Sebab-sebab kemiskinan struktural di Timor Leste sangat kompleks karena itu solusi mikro-kredit saja tidaklah cukup dan kadang kontra-produktif. Sampai saat ini pun setelah usainya misi CEP belum ada evaluasi yang mendalam apakah pertumbuhan telah dirangsang dan apakah bantuan yang diberikan telah memperkuat industri lokal dan pertanian?

Masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan mengenai keberhasilan yang dicapai oleh CEP. Lagipula dalam menjalankan programya tidak ada institusi yang memiliki pengetahuan dan sumber daya untuk mengatur agar target-target yang ditentukan bisa tercapai-disamping memberi pemahaman dan memantau para penerima kredit.

CEP juga menyediakan kredit untuk para janda. Tetapi anggota-anggota dewan yang dibentuk sangat kesulitan dalam mengidentifikasi para janda. Kadang mereka lebih memprioritaskan relasi dekat mereka untuk mendapatkan bantuan ketimbang pihak yang benar-benar membutuhkan bantuan itu.

Disamping itu setelah kredit diberikan kepada sebagian janda tidak dilanjutkan dengan sosialisasi dan monitoring dari pihak pemberi kredit sehingga penggunaanya sering tidak efisien. Penelitian Bank Dunia mencatat 70% dari penerima kredit tidak mengembalikan bantuan aslinya.

Ini juga yang mungkin menyebabkan kecaman terhadap lembaga itu karena tidak mampu dalam melakukan sosialisasi dan menjelaskan kepada masyarakat yang melakukan pinjaman mengenai fungsi dari uang yang mereka dapatkan dari CEP.

Lima kelompok janda mendirikan 5 buah kios yang saling berdampingan di Meligo, Bazartete, Distrik Liquisa. Tetapi rata-rata dari mereka yang menerima bantuan adalah buta huruf dan mempunyai ide yang sangat minim perihal keuangan dan usaha yang sehat.

Mereka juga mendapatkan bantuan yang sangat minim dari kredit ini lagipula karena kurangnya pelangan kelanjutan dari usaha ini sangat diragukan.

Keenganan dari CEP untuk bekerja sama denagn jaringan perempuan yang berada di Distrik-distrik telah menyebabkan kebanyakan kaum perempuan yang tersingkir dari proyek-proyek CEP. Kesalahan dari CEP dalam mengidentifikasi program apa yang cocok untuk kaum perempuan telah menciptakan masalah baru.

Untuk mengatasi persoalan kesulitan di bidang ekonomi tentu saja kredit untuk membuka kios-kiosan bukanlah hal yang mendesak. Yang perlu dilakukan adalah memberikan pelayanan social, pendampingan dan pendidikan.

Kredit tetap diberikan tetapi dibarengi dengan mensosialisasikan ide-ide berbisnis yang baik seperti fasilitas penitipan anak atau membuka pondok dan harus melakukan identifikasi dengan baik siapa yang menjadi prioritas utama untuk mendapatkan bantuan. (AMO)

Sumber: www.abdimedia.com

Tidak ada komentar: